Rabu, 17 September 2014

/13/ POESIKU



/13/ "Aku memikirkan omonganku kemarin," perempuan itu membuka percakapan. Hari itu matahari bersinar terik sekali.

"Soal?" tanya lelaki di sampingnya. Mereka duduk di tepi danau kecil. Pohon-pohon rindang melindungi keduanya dari terik siang itu.


"Soal bahwa kamu adalah pohon besar dan rindang bagiku." Ia mengatakannya sembari melempar beberapa batu kecil ke tengah danau.


"Itu membuatku selalu mengetahui bahwa selalu ada tempat yang teduh untukku. Dan kenyataannya, aku selalu kembali kepadamu."

Dua ekor tupai berlairan di sebuah dahan. Sepertinya asyik sekali. Lelaki itu tak melepaskan pandangannya pada dua tupai itu.

"Tapi aku juga heran," lanjut perempuan itu, "kenapa kita selalu saja ketemu persoalan yang akan membuat percakapan-percakapan ini datang dan pergi berkali-kali, dalam jeda yang tak tentu, yang kamu sebut sebagai perpisahan-perpisahan itu?!"

Lelaki itu menatap perempuan di sampingnya. "Sepertinya aku tahu kenapa," jawabnya.

"Kenapa?"

"Karena aku terlalu mencintaimu."

"Apa hubungannya?"

"Karena aku terlalu mencintaimu, maka Tuhan jadi cemburu. Makanya Ia berkali-kali berusaha menggagalkan hubungan kita," lelaki itu mengatakannya sembari terkekeh.

"Ah, kau..." perempuan itu tersipu. "Makanya, mbok biasa saja kau mencintaikunya," terusnya manja.

"Aku bahkan punya pilihan yang lebih baik."

"Apa?"

"Tadi malam aku sudah memutuskan. Agar Tuhan tak lagi cemburu, maka aku ingin berhenti mencintaimu." Lelaki itu kini terbahak.

Perempuan itu memberinya sebuah tinju di pundak. Kini giliran dua ekor tupai di atas dahan yang menonton dua orang itu. Hening. Hanya suara dedaunan bergesekan ditiup angin. ‪#‎poesiku‬

Tidak ada komentar:

Posting Komentar