“Bagaimana tulisanmu untuk jurnal bulan depan?” tanya perempuan itu, sembari mencuci piring di wastafel. Makan malam baru saja usai.
“Belum selesai, kan kemarin gagal fokus,” ujar lelaki itu, sembari membersihkan sebuah piring buah dan dua gelas minum.
“Kenapa gagal fokus?”
“Ya gara-gara kamu ngambek itu,” ujar lelaki itu, sembari duduk di samping wastafel.
Perempuan itu tertawa kecil.
“Segitunya?”
“Tentu saja. Aku selalu bingung menebak perasaanmu. Jika kamu marah-marah begitu, perhatianku jadi terbetot. Kandas pekerjaanku jadinya.”
“Ya, habis kamu cerita ke Budi soal hubungan kita. Aku tidak ingin orang salah paham. Saat ini situasinya tak bagus buatku, juga buatmu,” ujar perempuan itu, sembari melirik lelaki di sampingnya.
“Aku tahu. Maafkan aku. Setelah semua yang kita alami dan bahas, aku hanya tak bisa menampung itu lebih banyak lagi sendirian.”
Lelaki itu turun dari meja wastafel.
“Tolong jangan marah lagi ya?” bisik lelaki itu di belakang telinga perempuannya.
Perempuan itu menolehkan mukanya. Pipinya kini tepat berada di depan muka lelaki itu, yang berdiri persis di belakangnya. Ia tampak menahan nafas ketika lelaki itu pelan-pelan mendekatkan mukanya.
Tiba-tiba perempuan itu mengusapkan tangannya yang berlumuran busa ke pipi lelaki itu, sembari tertawa kecil. Ia melanjutkan mencuci piring.
“Katanya kamu mau menghormatiku,” ujar perempuan itu.
Lelaki itu tertawa kecil.
“Tentu. Aku selalu menghormatimu,” ujar lelaki itu. Dua lengannya segera meraih pinggang perempuan itu. Ia kini meletakkan dagunya di bahu perempuannya.
“Waktu kecil kamu pernah mencuri mangga?” tanya lelaki itu, berbisik.
“Mmm… nggak pernah. Soalnya waktu kecil aku cuma sebentar pernah tinggal di rumah nenek di kampung. Di sini kan nggak ada pohon mangga,” jawab perempuan itu, sembari terus mencuci.
“Apakah mencuri mangga itu jahat?” kembali lelaki itu bertanya.
“Menurutku, sepertinya semua anak kecil yang tinggal di kampung pernah melakukannya. Itu kenakalan kanak-kanak yang manusiawi, jadi bukan kejahatan. Kecuali kalau mereka mencuri pohonnya,” ujar perempuan itu sembari tertawa.
Lelaki itu ikut tertawa. Ia mempererat rengkuhannya. Perempuan itu tak menolak, meski terus melanjutkan mencuci.
“Aku ingin mencuri mangga, tapi tidak akan mencuri pohonnya,” bisik lelaki itu, di telinga perempuannya.
Di luar, malam terus beranjak gelap.
Yogyakarta, 18 November 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar