Senin, 06 Maret 2023

HANTU

 



























“Aku ingin sembunyi,” ujar lelaki itu.

“Dariku?” tanya perempuan itu.

“Bukan!” jawab lelaki itu.

Ia menatap perempuan yang duduk di depannya. Setengah jam lalu tanpa direncanakan mereka ketemu di gerbong restorasi.

Sudah lebih dari lima tahun mereka tak bersitatap. Tak ada pesan pendek, atau percakapan-percakapan panjang lewat telepon seperti dulu. Keduanya bahkan tak saling berhubungan di media sosial.

“Lantas?” tanya perempuan itu lagi.

Lelaki itu mengambil nafas panjang.

“Aku ingin sembunyi dari rindu yang terus menguntitku!” jawabnya.

Keduanya saling beradu pandang.

“Berhasil?” tanya perempuan itu.

“Entahlah. Menurutmu?” ujar lelaki itu, sembari mengaduk cangkir mie instan di depannya.

“Sebenarnya apa sih yang kamu harapkan?!” tanya perempuan itu. “Maksudku, sejak dulu kamu tidak pernah mengatakan sesuatu yang jelas padaku.”

Lelaki itu menatap tajam perempuan di depannya.

“Dari dulu harapanku kan cuma satu. Dan kamu tahu itu,” ujarnya.

“Aku tidak tahu! Sejak dulu aku hanya bisa menebak-nebak isi pikiranmu,” jawab perempuan itu, sembari meraih cangkir tehnya.

Lelaki itu membuang nafas panjang.

“Harapanku sejak dulu cuma satu, Nun.”

“Dan apakah itu, Tuan Serius?” sergah perempuan itu.

“Aku berharap kamu tidak pernah ada!” jawab lelaki itu, dingin.

Perempuan itu menggelengkan kepalanya. Ia sangat membenci percakapan-percakapan semacam itu.

“Kenapa kamu berharap aku tak pernah ada?”

“Agar kita tak pernah ketemu, sehingga kamu tak pernah menghantuiku,” ujar lelaki itu, sembari menatap perempuan di depannya.

Sinar mentari senja menerabas kaca jendela. Di luar sana terlihat beberapa truk sedang mengangkut pasir Kali Progo. #nunpoem

Karawang, 12 Maret 2021

Tidak ada komentar:

Posting Komentar