/6/ Akal sehat selalu membuat luka kecil menjadi bernanah. Maka, pada
hari pertama ketika mereka berpisah dulu, si lelaki masih sempat menulis
puisi. Puisi terpendek yang pernah ditulisnya, dan sekaligus yang
mungkin paling disesalinya: “Setan sekali Kau, Tuhan!” Barangkali benar,
cinta itu seperti arak, semakin lama rasanya semakin lezat, semakin
memabukan, dan tentu saja semakin mahal harganya. Tentu,
arak yang baik hanya lahir dari bahan yang baik dan racikan yang tepat.
Lama dan baru hanyalah kondisi, dan bukan syarat. Tapi bukan itu yang
merisaukannya. Hal yang paling merisaukannya adalah ia sungguh tak tahu,
apakah ia sedang menyimpan nanah, ataukah arak? Ketika ia sudah tak
lagi sanggup menulis, yang bisa dilakukannya hanyalah membaca
puisi-puisinya yang telah silam.
aku membacamu, sebagai puisi yang tak berkesudahan
seperti laut yang dibayangkan takdir
seperti pantai yang ditulis goenawan
meski waktu bukan kubus
dan ufuk bukan entah
aku membacamu, sebagai puisi yang tak berkesudahan #poesiku
aku membacamu, sebagai puisi yang tak berkesudahan
seperti laut yang dibayangkan takdir
seperti pantai yang ditulis goenawan
meski waktu bukan kubus
dan ufuk bukan entah
aku membacamu, sebagai puisi yang tak berkesudahan #poesiku
Tidak ada komentar:
Posting Komentar