Sehabis sholat tadi, aku mengaji lagi. Ya, Tuhan, aku kemarin-kemarin
menganggap-Mu tiada. Tepatnya, aku meniadakanmu. Aku memang tidak
menjadi atheis kemarin, karena seseorang tak perlu menjadi atheis untuk
meniadakan-Mu. Aku masih sholat kemarin-kemarin, tapi sholat juga tak
menjamin keberadaan-Mu.
Aku pikir, memang ada beda antara "ada" dan "mengada". Kau kemarin mungkin ada, tapi tak mengada bagiku. Betapa rumitnya hidup yang Kau ciptakan.
Untunglah, kemarin aku membaca lagi Kundera. The Planet of Inexperience.
Hidup adalah sebuah ketakberpengalamanan. Justru di situlah martabat
manusia: ketakberpengalamanan. Kita lahir tanpa pernah punya pengalaman
menjadi hidup sebelumnya. Kita menjadi dewasa tanpa pernah tahu apakah
dewasa itu. Seorang tua adalah kanak-kanak dalam masa tua mereka. Dan
memang seperti itulah hidup. Aku menjadi tahu bahwa hidup mirip sebuah
buku: tanya dan jawab hadir secara bergantian. Tak ada pertanyaan yang
tak ada jawabannya. Meskipun, jawaban itu berada dalam bab yang berbeda
dari yang kita baca hari ini. Buku menghadirkan tanya dan jawab
sekaligus, jika kita tuntas membacanya.
Betapa tak menariknya hidup jika kita telah mengetahui segalanya,
sama tak menariknya dengan jika kita tak mengetahui apapun dalam hidup.
Karena itu hidup harus mirip sebuah buku: kita hanya tahu apa yang sudah
kita baca sembari menebal-nebak kelanjutannya. Kita tak tahu semuanya,
tapi kita juga tidak tak-tahu apapun.
Entahlah... #prosa10
Tidak ada komentar:
Posting Komentar