Pengharapan
dan kecemasan ternyata menghalangi penemuan. Pengharapan pada
dasarnya memperkerut ruang ekspektasi, sementara kecemasan justru
meluaskannya. Tarik-menarik keduanya membesarkan ketidakpastian.
Secara
tak sengaja, saat di kamar mandi pikirannya menangkap kembali
ajaran-ajaran gurunya tempo hari tentang fisika inti. Diperlukan
energi 10,20 eV untuk memindahkan sebuah elektron dari kulit pertama
ke kulit kedua dalam model atom Bohr. Semakin dekat ke inti atom,
energi yang diperlukan untuk memindahkannya semakin besar.
Ruang,
posisi, dan kecepatan memang selalu menjadi hal yang menarik. Setiap
detik keberadaan manusia dihabiskan untuk memenuhi ruang, melampaui
titik tertentu, dan bergerak seringkas mungkin. Tak heran mereka
begitu suka membuat batas-batas, aforisma, dan pemodelan dalam
hubungan pusat dan pinggiran.
Di
sinilah paradoks lahir. Kita menginginkan segala sesuatu bisa diukur
dan dihitung (dengan kata lain terbatasi). Tapi, kecemasan dan
pengharapan mengacau-balaukan semuanya. Kecemasan telah melahirkan
banyak labirin di balik pintu-pintu, sementara pengharapan hanya
mendekatkan jebakan saja.
Dia
memikirkan semua itu karena sedang meneliti sebuah ruang. Hampir saja
dia bisa menentukan kecepatan dan titik koordinat sembarang benda di
ruangan itu, sampai pengharapan dan kecemasan mengacaukannya.
Sampai
kapan nilai tempat ditentukan terus-menerus oleh titik koordinat dan
kecepatan gerak sebuah benda? Dan apakah memang demikian?
Dia
keluar dari kamar mandi dengan bibir tetap manyun. #prosa07
Tidak ada komentar:
Posting Komentar