Selasa, 20 Januari 2015
#NUNPOEM 11
Jika lukisan adalah puisi yang membisu, dan puisi adalah lukisan yang berbicara, maka kamu adalah sebuah galeri pentas, Nun. #nunpoem
Yogyakarta, 24 September 2014
#NUNPOEM 10
Ingatan yang tak bisa larut dalam secangkir kopi, memang harus dituliskan. #nunpoem
Yogyakarta, 21 September 2014
#NUNPOEM 09
Untuk sebuah kehangatan, kadang kita membiarkan secangkir kopi yang telah diseduh menjadi dingin... #nunpoem
Yogyakarta, 20 September 2014
Rabu, 17 September 2014
#NUNPOEM 08
Poesi adalah produk sekaligus proses, Nun. Ia persis seperti imajinasi yang membentuk sebuah bangsa, pergumulan dialektik antara 'fakta' dengan 'kehendak'. Setiap kehendak selalu memerintahkan kerja, menghasilkan produk. Namun, fakta tak bisa membatasi kehendak. Itu sebabnya kehendak tak bisa diperiksa oleh logika, Nun, karena kehendak tak dibangun oleh 'tesis', melainkan oleh 'premis'. Sebuah bangsa, seperti halnya sebuah hubungan, bisa gagal seringkali bukan karena premis-premisnya tak terpenuhi, tapi karena salah urus. Ketika fakta mulai membatasi dan menimbulkan frustrasi, itu saat yang tepat untuk menengok kembali kehendak. Itu waktunya untuk kembali pada poesi, Nun. #nunpoem
#NUNPOEM 07
Sebuah puisi, meminjam Robert Prost, dimulai dari tenggorokan yang tercekat. Ah, itu persis seperti malam ketika aku bertandang padamu, hari itu, Nun. Malam terkutuk yang melahirkan puisi tak berkesudahan. Ya, setiap kutukan puitis sepertinya memang hanya bisa diobati dengan terapi puisi. Sebab, seperti ditadaruskan Paul Valéry, tak ada puisi yang pernah selesai, hanya ditinggalkan. Duh...#nunpoem
#NUNPOEM 06
Air mata, menurut Paulo Coelho, adalah kata-kata yang
merajuk minta dituliskan. Jadi, sudah berapa banyak tulisan dari air
matamu, Nun? #nunpoem
#NUNPOEM 05
Pagi selalu bikin sakit hati. Ia cuma singgah sebentar. Mencuri rindu yang gentar. Ah, aku ingin pagi sepanjang hari. Agar anak-anak bisa berlari, dan kita tuntaskan nyeri, Nun. #nunpoem
Langganan:
Postingan (Atom)