/9/ Cintanya
kepada perempuan itu demikian indah, tapi juga melelahkan. Mungkin, karena
sejak pertama kali ia memanggil perempuan itu sebagai “Perempuanku”, ia telah
menempatkan perempuan itu tidak lagi mewakili sejenis kelamin yang berbeda
dengannya, melainkan sebagai sebuah nilai. Dia adalah perempuan bukan karena
dirinya perempuan, melainkan seorang perempuan yang mampu menghadirkan tekanan
tertentu pada keperempuanannya dan terutama kepada diri lelaki itu.
Persoalannya, setiap hal yang melibatkan nilai selalu saja akan menjadi sesuatu
yang rumit. Dan itu melelahkan.
Cinta, bagi
lelaki itu, bukanlah hasrat tentang bersetubuh, melainkan keinginan untuk
berbagi tempat tidur. Setiap lelaki bisa memiliki hasrat kepada semua perempuan,
dalam horison tanpa tapal batas, namun mereka hanya ingin berbagi tempat tidur untuk
seorang perempuan saja. Perempuan itu, bagi lelaki itu, tak lain adalah “Perempuanku”.
Hal yang membuatnya
bertahan dengan cinta yang melelahkan itu adalah kenyataan bahwa setiap orang pada
akhirnya harus bijaksana terhadap ketidakpastian. Seperti halnya lukisan, hidup
kadang menjadi indah karena kesalahan-kesalahan yang pernah dibuat. Sungguh, tak
ada yang lebih misterius dari “indah karena kesalahan”. Sejak itu, dia belajar
untuk tak lagi membuat kalkulasi-kalkulasi yang muluk untuk hidupnya. Ia ingin
mencintai kerumitan cintanya kepada perempuan itu dengan sederhana. #poesiku
Tidak ada komentar:
Posting Komentar