Rio dan Renatha bertemu di lift yang macet. Kenalan. Berpisah. Dan mereka tidak pernah saling memikirkan, kecuali Renatha.
Rio sudah tunangan. Produser televisi itu terlalu mapan untuk berpikir
macam-macam. Sampai ketika Rio bertemu dengan lelaki berkorek api.
Lelaki itu mendongenginya sebuah kisah. Masa lalunya. Lalu
menghadiahinya korek api. Dan Rio tiba-tiba tergila-gila pada intuisinya
akan Renatha.
Intuisi. Coelho menulis bahwa tak perlu ada alasan
untuk mencintai seseorang. Seseorang dicintai karena ia dicintai, tak
perlu ada alasan untuk mencintai. Ketika Rio berterus terang pada
tunangannya, ia dihadiahi sebuah tamparan. Avonturismenya telah
menyinggung perasaan tunangannya. Lalu Rio memilih mengejar Renatha.
Tidak demi masa depannya.
Masa depan, seperti dipercaya Milan
Kundera, adalah kehampaan apatis dari kepentingan bukan siapa-siapa.
Sedangkan masa lalu penuh dengan kehidupan yang selalu mengganggu,
menggusarkan dan menghina kita, membujuk kita untuk menghancurkan atau
memolesnya kembali. Rio memilih yang kedua. Ia ingin memoles masa
lalunya dengan Renatha. Kendati masa lalu itu sekadar pertemuan kecil
dalam lift yang macet.
Tak pernah ada orang kehilangan masa depan, mereka hanya kehilangan masa lalunya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar